Kamis, 06 September 2012

Tindak Pidana Pemalsuan


A.    Pengertian Kejahatan pemalsuan
Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yanng di dalamnya mengandung sistem ketidak benaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang sesuatunya itu nampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya. Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar:
1.    Kebenaran (kepercayaan) yang pelanggaranya dapat tergolong dalam kelompok kejahatan penipuan.
2. Ketertiban masyarakat, yang pelanggaranya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap negara/ketertiban masyarakat.
B.    Macam-macam Bentuk Kajahatan Pemalsuan
Dalam ketentuan hukum pidana, dikenal beberapa bentuk kejahatan pemalsuan, antara lain sumpah palsu, pemalsuan uang, pemalsuan merek dan materai, dan pemalsuan surat.
 1.  Sumpah palsu
Pasal 242 KUHP:
1)  Barangsiapa dengan keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum terhadap keterangan yang demikian, dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, secara pribadi maupun kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
2)  Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
3)  Disamakan dengan sumpah adalah janji atau perbuatan yang diharuskan menurut aturan-aturan umum atau yang menjadi penganti sumpah.
4)   Pidana pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1-4 dapat dijatuhkan.
Keterangan di bawah sumpah dapat diberkan dengan lisan atau tulisan. Keterangan dengan lisan  berarti bahwa seseorang mengucapkan keterangan dimuka seorang pejabat dengan disertai sumpah, memohon kesaksian Tuhan bahwa ia memberikan keterangan yang benar, misalnya seorang saksi di dalam sidang pengadilan. Cara sumpah adalah menurut peraturan agama masing-masing. Sedangkan keterangan dengan tulisan berarti bahwa seorang pejabat menulis keterangan dengan mengatakan bahwa keterangan itu diliputi oleh sumpah jabatan yang dulu diucapkan pada waktu mulai memanku jabatannya seperti seorang pegawai polisi membuat proses-verbal dari suatu pemeriksaan dalam menyidik perkara pidana.
Selain itu, keterangan di bawah sumpah dapat diberikan sendiri atau oleh wakilnya. Apabila diberikan oleh seorang wakil maka wakil itu harus diberi kuasa khusus, artinya dalam surat kuasa harus disebutkan dengan jelas isi keterangan yang akan diucapkan oleh wakil itu. Menurut ayat 3, disamakan dengan sumpah suatu kesanggupan akan memberikan keterangan yang benar, atau penguatan kebenaran keterangan yang telah diberikan keterangan yang benar, atau penguatan kebenaran keterangan yang telah diberikan. Pergantian ini diperbolehkan dalam hal seorang berkeberatan diambil sumpah.
Pemberi keterangan palsu supaya dapat dihukum maka harus mengetahui, bahwa ia memberikan suatu keterangan dengan sadar bertentangan dengan kenyataan bahwa ia memberikan keterangan palsu ini di bawah sumpah. Jika pembuat menyangka bahwa keterangan itu sesuai dengan kebenaran akan tetapi akhirnya keterangan ini tidak benar, atau jika ternyata pembuat keterangan sebenarnya tidak mengenal sesungguhnya mana yang benar, maka ia tidak dapat di hukum. Mendiamkan (menyembunyikan) kebenaran itu belum berarti suatu keterangan palsu. Suatu keterangan palsu itu menyatakan keadaan lain dari keadaan yang sebenarnya dengan dikehendaki (dengan sengaja). Oleh karena itu, keterangan itu harus diberikan dengan atas sumpah dan diwajibkan oleh undang-undang atau mempunyai akibat hukum.
 Sumpah yang diberikan oleh UU atau oleh UU diadakan akibat hukum, contohnya adalah dalam hal seorang diperiksa dimuka pengadilan sebagai saksi, maka saksi tersebut sebelum memberikan keterangan harus diambil sumpah akan memberikan keterangan yang benar. Penyumpahan ini adalah syarat untuk dapat mempergunakan keterangan saksi itu sebagai alat bukti. Jadi, seorang yang memberikan keterangan bohong di bawah sumpah dapat dihukum.
Apabila seorang saksi dalam pemeriksaan perkara dimuka pengadilan tidak memberitahukan hal yang ia ketahui, maka Simons-Pompe maupun Noyon-Langemeyer berpendapat bahwa hal ini tidak merupakan sumpah palsu, kecuali:
a. Menurut Simon-Pompe, apabila dengan memberikan sesuatu, maka hal yang lebih dahulu telah diberitahukan menjadi tidak benar.
b. Menurut Noyon-Langemeyer, apabila seorang saksi itu mengatakan: ”saya tidak tahu apa-apa lagi tentang ini”.
2.  Pemalsuan Uang
Objek pemalsuan uang meliputi pemalsuan uang logam, uang kertas negara dan kertas bank. Dalam pasal 244 yang mengancam dengan hukuman berat, yaitu maksimum lima belas tahun penjara  barangsiapa membikin secara meniru atau memalsukan uang logam atau uang kertas negara atau uang kertas bank dengan tujuan untuk mengedarkannya atau untuk menyuruh mengedarkannya sebagai uang asli dan tidak dipalsukan. Hukuman yang diancam menandakan beratnya sifat tindak pidana ini. Hal ini dapat dimengerti karena dengan tindak pidana ini tertipulah masyarakat seluruhnya, tidak hanya beberapa orang saja. Tindak pidana uang palsu membentuk dua macam perbuatan, yaitu:
a.    Membikin secara meniru (namaken)
Meniru uang adalah membuat barang yang menyerupai uang, biasanya memakai logam yang lebih murah harganya, akan tetapi meskipun memakai logam yang sama atau lebih mahal harganya, dinamakan pula ”meniru”. Penipuan dan pemalsuan uang itu harus dilakukan dengan maksud akan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan uang itu sehingga masyarakat menganggap sebagai uang asli. Termasuk juga apabila seandainya alat-alat pemerintah untuk membuiat uang asli dicuri dan dipergunakan untuk membuat uang palsu itu.
b.    Memalsukan (vervalschen)
Memakai uang kertas, perbuatan ini dapat berupa mengubah angka yang menunjukkan harga uang menjadi angka yang lebih tinggi atau lebih rendah. Motif pelaku tidak dipedulikan, asal dipenuhi unsur tujuan pelaku untuk mengadakan uang palsu itu sebagai uang asli yang tidak diubah. Selain itu apabila uang kertas asli diberi warna lain, sehingga uang kertas asli tadi dikira uang kertas lain yang harganya kurang atau lebih.
Mengenai uang logam, memalsukan bearti mengubah tubuh uang logam itu, atau mengambil sebagian dari logam itu dan mengantinya dengan logam lain.
Di samping pembuatan uang palsu dan pemalsuan uang, pasal 245 mengancam dengan hukuman yang sama bagi pelaku yang mengedarkan uang palsu. Bardasarkan unsur kesengajaan, bahwa pelaku harus tahu bahwa barang-barang tersebut adalah uang palsu. Selain itu, tidak perlu mengetahui bahwa, berhubung dengan barang-barang itu, telah dilakukan tidak pidana pembuatan uang palsu atau memalsukan uang asli. Secara khusus tidak perlu diketahui bahwa, yang membuat atau memalsukan uang itu memiliki tujuan untuk mengedarkan barang-barang itu sebagai uang asli.
Pasal-pasal lain :
-    Merusak uang logam (muntschennis) dalam KUHP pasal 246 diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun barangsiapa mengurangi harga uang logam dengn tujuan untuk mengedarkanya atau untuk menyuruh mengedarkannya setelah harganya kurang.
-    Mengedarkan uang logam yantg rusak diatur dalam KUHP pasal 247, diancam hukuman sama dengan pasal 246
-    Pasal 249 dikenakan bagi pelaku yang menerima uang palsu dengan tidak mengetahui tentang kepalsuan uang itu, dan kemudian mengetahui tentang kepalsuannya tetapi tetap mengedarkannya dihukum hanya maksimum penjara empat bulan karena tidak ada unsur dari pasal 245 dan 247.
-    Membuat atau menyimpan barang-barang atau alat-alat untuk memalsukan uang diancam pasal 250 dengan hukuman enam tahun penjara apabila diketahui alat tersebut digunakan untuk meniru, memalsu, atu mengurangi harga nilai uang.
-    Hukuman tambahan dalam pasal 250 bis bagi pelaku kejahatan yang termuat dalam titel X buku II KUHP, maka dilakukan perampasan uang logam atau kertas yang palsu dan alat-alat pemalsu uang meskipun barang-barang tersebut bukan milik yang terhukum. Selain itu pasal 251 mengancam hukuman maksimum penjara satu tahun bagi pelaku yang tanpa izin pemerintah memasukkan kedalam wilayah Indonesia keping-keping perak atau papan-papan perak yang ada capnya atau tidak, dan sesudah dicap diulang capnya. Atau yang diusahakan dengan lain cara agar dapat dikirakan uang logam, dan tidak untuk perhiasan atau tanda peringatan.
3.    Pemalsuan materai
Materai memiliki arti penting dalam masyarakat, yaitu dengan adanya materai maka surat yang diberi materai yang ditentuakan oleh UU menjadi suatu surat yang sah, artinya tanpa materai berbagai surat keterangan, misalnya surat kuasa, tidak dapat diterima sebagai pemberian kuasa yang sah. Demikian juga dalam pemeriksaan perkara dimuka pengadilan, surat-surat baru dapat dipergunakan sebagai alat pembuktiaan apabila dibubuhi materai yang ditentukan oleh UU.
Pemalsuan materai merugikan pemerintah karena pembelian materai adalah semacam pajak dan pemalsuan materai berakibat berkurangnya pajak ke kas negara. Menurut KUHP pasal 253, diancam hukuman tujuh tahun bagi pelaku yang meniru atau memalsukan materai yang dikeluarkan pemerintah Indonesia, dengan maksud mengunakan atau menyuruh menggunakan atau menyuruh oarang lain menggunakan materai itu sebagai yang asli. Jika maksud tidak ada, tidak dikenakan pasal ini. Juga dihukum pembuat materai dengan cap yang asli dengan melawan hak, yang berarti bahwa pemakaian cap asli itu tidak dengan izin pemerintah.
4.    Pemalsuan cap (merek)
a.    Pemalsuan cap negara
Pasal 254 ke-1 memuat tidak pidana berupa mengecap barang-barang itu dengan stempel palsu atau memalsukan cap asli yang sudah ada pada barang-barang itu dengan tujuan untuk memakai atau menyuruh memakai oleh orang lain barang-barang itu seolah-olah cap-cap yang ada pada barang-barang itu adalah asli dan tidak dipalsu.
Pasal 254 ke-2 memuat tidak pidana seperti pasal 253 ke-2, yaitu secara melanggar hukum mengecap barang-barang emas atau perak tadi dengan stempel yang asli.
Jadi, yang berwenang mengunakan stempel yang asli tadi adalah orang lain bukan pelaku tidak pidana ini, atau pelaku yang pada umumnya berwenang, tetapi in casu mengecap barang-barng itu secara menyeleweng, tidak menurut semestinya, misalnya barang-barang itu seharusnya tidak boleh diberi cap-cap itu karena kurang kemurniannya.
Pasal 254 ke-3 mengenai barang-barang emas dan perak yang sudah diberi cap negara atau cap orang-orang ahli dengan semestinya, tetapi ada seseorang yang dengan mempergunakan stempel asli mengecap, menambahkan, atau memindahkan cap itu kebarang-barang lain (dari emas dan perak) dengan tujuan memakai atau menyuruh memakai oleh orang lain, barang-barang itu, seolah-olah barang itu sudah sejak semula dan dengan semestinya diberi cap-cap tadi.
Ketiga tindak pidana diatas diancam hukuman maksimum penjara enam tahun.
b.    Pemalsuan cap tera (rijksmerk)
Pasal 255 memuat tindak-tindak pidana seperti pasal 254, tetapi mengenai cap tera yang diwajibkan atau diadakan atas permohonan orang-orang yang berkepentingan pada barang-barang tertentu, misalnya alat-alat untuk menimbang atau mengukur. Hukumanya lebih ringan lagi, yaitu maksimum empat tahun penjara.
c.    Pemalsuan cap-cap pada barang-barang atau alat-alat pembungkus barang-barang itu
Pasal 256 memuat tindak-tindak pidana seperti pasal 254, tetapi mengenai cap-cap lain daripada cap negara atau cap orang ahli atau cap tera yang menurut peraturan undang-undang harus atau dapat diadakan pada barang-barang tertentu. Hukumanya diringankan lagi sampai maksimum hukuman penjara tiga tahun.
d.    Mempergunakan barang-barang yang disertai materai atau cap palsu.
Tindak pidana ini termuat dalam pasal 257. Perbuatan terhadap barang-barang yang materai atau capnya dipalsukan meliputi, memakai, menjual, menawarkan, untuk membeli, menyerahkan, menyimpan untuk dijual, atau memasukkan kedalam wilayah Indonesia, seolah-olah barang itu disertai materai atau cap palsu.
e.    Memalsukan ukuran dan timbangan yang sudah disertai cap tera
Pasal 258 mengancam pada ayat 1 dengan hukuman maksimum tiga tahun penjara barangsiapa yang memalsukan ukuran tau takaran, anak timbang atau timbangan, yang sudah dibubuhi tanda tera, dengan tujuan untuk memakainya atau menyuruh memakainya oleh orang lain, seolah-olah tidak dipalsukan.
Oleh ayat 2 dihukum dengan hukuman yang sama barangsiapa yang dengan sengaja memakai barang-barang tersebut seolah-olah tidak dipalsukan.
f.    Membuang tanda batal cap tera
Tindak pidana ini termuat dalam pasal 259 sebagai: membuang tanda batal cap tera pada barang yang dulu pernah dibubuhi tanda cap tera dengan tujuan memakainya atau menyuruh oarang lain memakainya seolah-olah tidak ada tanda batal (afkeuringsmerk), sedangkan si pemakai sendiri oleh ayat 2 dihukum dengan hukuman yang sama, yaitu maksimum hukuman penjara satu tahun empat bulan.
g.    Menghilangkan tanda-tanda bahwa materai-materai sudah terpakai termuat dalam pasal 260.
5.    Pemalsuan dalam surat-surat
Membuat surat palsu yaitu membuat surat yang isinya tidak benar, atau membuat surat sedemikian rupa sehingga menunjukkan asal surat itu yang tidak benar. Sedangkan memalsu surat yaitu mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari yang asli atau surat itu menjadi lain dari yang asli. Surat yang dipalsu itu harus suatu surat yang:
a.    Dapat menerbitkan suatu hak. Misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, dan lain-lain.
b.    Dapat menerbitkan suatu perjanjian. Misalnya: surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, sewa.
c.    Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang (kwitansi dan semacamnya)
d.    Suatu surat yang dipergunakan sebagai suatu keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa. Misalnya: surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, obligasi, dan lain-lain.
Menurut pasal 263, supaya dapat dihukum maka pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan mengunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak palsu sehingga terdapat unsur kesengajaan.
Pengunaan itu harus dapat mendatangkan kerugian maksudnya kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup. Kerugian disini tidak hanya meliputi kerugian materiil, tetapi juga kerugian dilapangan kemasyarakatan, kesusilaan, kehormatan, dan sebagainya. Ancaman hukumanya adalah enam tahun penjara.
Hukuman maksimum dinaikan menjadi delapan tahun penjara apabila, menurut pasal 264, pemalsuan dilakukan terhadap:
a.    Surat otentik;
b.    Surat utang atau surat tanda utang (certificaat) dari suatu negara atau negara bagian itu atau dari suatu lembaga umum (openbare instelling);
c.    Sero atau surat utang (obligasi) atau surat tandanya dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan;
d.    Talon atau dividen atau tanda bunga dari surat-surat tersebutdi atas ke-2 dan ke-3;
e.    Surat kredit atau surat dagang yang dapat diedarkan. Pemakaian surat ini dapat dihukum sama dengan ayat 2.
Pasal-pasal lain yang memuat tindak pidana pemalsuan surat:
-    Pasal 266, mengenai suatu akta otentik yang di dalamnya seseorang menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta itu tentang hal yang kebenarannya harus dibuktikan oleh akta itu dengan tujuan untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu, seolah-olah keterangan itu benar. Kalau pemakaian akta itu dapat mendatangkan suatu kerugian maka pelaku dihukum dengan hukuman maksimum tujkuh tahun penjara.
-    Pasal 267 dan 268 mengenai pemalsuan keterangan dokter.
-    Pasal 269 tentang pemalsuaan surat keterangan tanda kelakuan baik dan sebagainya.
-    Pasal 270 dan 271 mengenai pemalsuan surat jalan dan sebagainya dan surat pengantar kerbau dan sapi.
-    Pasal 274 mengenai pemalsuan surat keterangan seorang penguasa tentang hak milik dan sebagainya atas suatu barang.
DAFTAR PUSTAKA

http://one.indoskripsi.com/node/1207
2008, Kumpulan Kitab Undang-Undang Hukum, Wipress
Wirjono Prodjodikoro, 2008, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: Refika Aditama
R. Soesilo, 1991, KUHP Serta Komentar-komentarnya, Bogor: Poutela

Tidak ada komentar:

Posting Komentar